Panasnya matahari pagi itupun menyengat kulitnya hingga membuat Ia terkaget dan langsung terbangun dari kasurnya, pria itu terburu - buru langsung menuju kamar mandi. Tidak seperti pagi kemarin, ia biasa bermalas - malasan meski matahari sudah tinggi meninggalkan sangkarnya. Pagi ini tak ada acara ngopi, rokok sebatang, atau melamun sambil mengumpulkan tenaga buat bangkit dari kasur.
Pria itupun keluar dari kamarnya dengan setelan kemeja kotak -kotak, celana jeans birunya, serta aroma parfum khas yang menyelimuti badannya.
“Siman, kau rapi sekali pagi ini, kau mau kemana ?” Tanya seorang wanita tua yang mengikutinya dari belakang. “Tak seperti biasanya”.
“Ibu, hari ini aku mau membeli sebuah buku. Aku harus lebih pagi, Aku tak mau nanti di toko buku hanya menyisakan buku - buku yang tak bagus. Sambil merapikan kerak kemejanya.
“Tidakkah kau ingin sarapan dulu ? Aku telah siapkan roti kesukaanmu dan teh hangat buat mu”.
Pria ini tidak menolak permintaan ibunya dan langsung bergegas menuju meja makan, meski wajahnya tampak musam tanda protes karena waktunya dapat tersita hanya karena menghabiskan roti dan teh hangat.
**
Orang ramai berkeliaran, keluar masuk dari toko buku yang terletak di pusat perbelanjaan kota tersebut. Pria ini menikmati tontonan ini, banyak hal bisa ditangkap oleh indrawinya, sebut saja, anak yang merengek kepada orang tuanya minta dibelikan buku dongeng tentang kancil, ada juga pasangan muda mudi saling berdebat mengenai novel apa yang ingin mereka beli, dilihatnya juga ada seorang pemuda berkaca mata berjalan sendiri sambil kebingungan memilih buku, ada juga wanita tua menghabiskan waktunya berjam -jam nongkrong pada sebuah stand buku resep makanan.
Pria inipun tak ingin ketinggalan memenuhi hasratnya yakni ingin membawa buku, buku yang akan menemaninya saat waktu senggangnya ataupun waktu dimana galau-galaunya karena rindu atau disebabkan pertikaian dengan kekasihnya.
Sudah hampir berjam-jam, Ia memutar -mutar mencari buku, namun hingga sampai waktu si pria berkaca mata tebal itu telah memutuskan buku bagi dirinya, Si pria tak juga dapat memutuskan buku apa yang harus dibawa pulang.
Memilih buku bacaan untuk diri sendiri sama sulitnya dengan memilih pasangan, kau akan tiba — tiba menjadi ahli dalam berkomentar, selektif, dan suka memasang standar, beginilah yang seharusnya, itu tidak boleh begini dan banyaknya standar lainnya. Meski itu hal yang menguras pikiran, pria ini tak mau patah arang, Ia tak ingin pulang dengan tangan kosong, untuk itu sorot matanya diliarkan kesana kemari, seperti mata seekor binatang buas yang kelaparan mencari mangsanya.
Tiba -tiba pandangannya terhenti pada satu buku. Buku ini memang terlihat ganjil dibandingkan dengan buku-buku lainnya. Dia tidak terletak rapi di standnya tergeletak dilantai sendiri, sampulnya berwarna hitam yang debu tebal menutupi sampulnya. Membuat buku ini semakin tak elok dipandang. Rasa penasarannya membuat Ia tergerak menghampiri buku itu. Ia bergumam dalam hati, “Kenapa buku ini tak diletakkan di stand saja agar debu tak lagi melengket ?
Buku ini juga sepertinya sudah terlalu lama tergeletak dilantai ini, apakah buku ini tak pernah ada orang yang menyentuhnya dan berniat memilikinya ? Atau paling tidak ada pencinta buku yang protes karena buku ini dibiarkan tergeletak dilantai yang berdebu ? Atau buku ini terlalu buruk bagi pembaca hingga tak adapun seseorang yang ingin membawanya pulang ?
Siman memperhatikan buku hitam itu dengan seksama. Tebalnya debu yang melekat pada buku hitam itu, membuat Siman tak dapat membaca nama penulisnya, hanya judul buku yang memang mungkin sengaja ditulis dengan size font besar yang dapat dilihatnya. Judul buku hitam dengan size font berukuran besar yang ditulis tebal ini seolah-olah memang ingin ditunjukan kepada seluruh pembacanya bahwa buku ini memang layak tak dimiliki dan dibaca bagi siapapun. Judul buku itu “Berdosa dan Akan Terus Begitu”.
Membaca judul buku itu membuat Siman langsung meletakkan begitu saja ke lantai tanpa lagi bertanya dan langsung menjauh dari buku itu.

0 Komentar